Sabtu, 17 Oktober 2009

Delapan Kebohongan Seorang Ibu dalam Hidupnya

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebaagi seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. ketika makan, ibu sering memindahkan porsi nasinya untukku. sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar".
Kebohongan Ibu Yang Pertama

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam di dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di sampingku dan memakan sisa ikan yag masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. aku melihat ibu yang seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku aku mengambil ikan yang masih ada di piringku dan memberikan pada Ibuku. tetapi Ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan"
Kebohongan Ibu Yang Kedua

sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. di kala musim hujan yang dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. aku berkata "Bu, tidurlah, besok Ibu masih harus bekerja..." Ibu hanya tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, Ibu tidak capek"
Kebohongan Ibu Yang Ketiga

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. ketika hari sudah siang, terik matahari yang panas mulai menyengat, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. ketika bunyi lonceng terdengar, menandakan ujian sudah selesai. ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberika gelasku untuk ibu sambil memintanya agar dia juga minum. ibu berkata padaku : "Minumlah nak, Ibu tidak haus.."
Kebohongan Ibu Yang Keempat

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. tiada hari yanpa penderitaan. melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal dekat rumahku pun membantu ibuku baik dalam masalah besar ataupun kecil. karena sedemikian sering para tetangga itu melihat kami hidup sengsara, seringkali pula mereka menasehati ibuku agar mau menikah lagi. tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, dan berkata padaku : "Saya tidak butuh cinta"
Kebohongan Ibu Yang Kelima

Setelah aku, dan kakak-kakakku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang usianya semakin tua sudah waktunya pensiun. tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. malahan mengirim balik uang itu dan berkata kepadaku : "Saya masih memiliki uang"
Kebohongan Ibu yang Keenam

Setelah aku lulus S1, akupun melanjutkan studi S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa dari sebuah perusahaan. akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. tetapi ibu yang baik hati, bermaksud untuk tidak merepotkan anaknya, ia berkata padaku : "Saya tidak terbiasa"
Kebohongan Ibu Yang Ketujuh

Setelah memasuki usianya yang renta, ibu terkena penyakit kanker lambung, dan harus dirawat intensif di rumah sakit, aku yang berada paling jauh di seberang samudera langsung segera pulang untuk menjenguk ibu yang selama ini sudah menyayangiku. setibanya disana, aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. walaupun senyuman yang tersebar di wajahnya agak kaku karena sakit yang ditahannya. terlihat dengan jelas betapa penyakit kejam itu menjamah tubuh ibuku dan menggerogoti nya hingga kurus kering dan lemah. aku hanya bisa menatap ibuku dengan berlinang air mata, menggenggam tangannya, dan mencium keningnya. hatiku perih, amat sangat sakit melihat kondisi ibuku yang seperti ini. tetapi apakah yang ibuku katakan ? dia berkata dengan suaranya yang bergetar menahan sakit : "Jangan menangis anakku... Ibu tidak kesakitan..."
Kebohongan Ibu yang Kedelapan

setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

dari cerita di atas, saya percaya agan-agan sekalian pasti tersentuh, dan mulai berfikir betapa besar dan luasnya kasih seorang ibu. coba mari kita pikir, sudah berapa lama kita tidak menelepon ayah ibu kita ? di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai RIBUAN alasan untuk melupakan ayah dan ibu kita yang kesepian. kita selalu lupa akan keberadaan mereka yang ada jauh di rumah. jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah bila dia bahagia di samping kita.

namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari orangtua kita ? cemas apakah orangtua kita sehat atau sakit? cemas apakah orangtua kita bahagia atau tidak? apakah semua yang saya tulis benar? kalau ya, mari coba kita semua renungi sekali lagi...

di waktu kita masih mempunya kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik, jangan sampai ada kata MENYESAL di kemudian hari..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com - Header made with PS brushes by gvalkyrie.deviantart.com
Sponsored by Free Web Space